Search This Blog

31 October 2017

Pekan Puisi

Sunyi tak berarti sepi
Hening itu nisbi
Banyak tak selalu ramai
Riang terkadang tak berarti

Disini ku masih bisa memelukmu
Walaupun tak berasa bagimu
Bercakap dengan imajiku
Berlari bagai kecil dulu

Jember, 31 Oktober 2017

30 October 2017

Pekan Puisi

Berbeda

Terlalu banyak aral
Nisbi untuk tak soal
Bergerak sesuai akal
Terkadang begitu liar

Kesesuaian terhadap prinsip
Yang dianut oleh diri
Bertubrukan di luar pribadi
Pada jiwa yang belum mati

Jangan hempaskan setiap asa
Jangan hancurkan semua cita
Agar tetap berdiri sentosa
Bersemayam di dalam raga

Keraskan semua tekad
Lembutkan setiap nasihat
Bertutur mengalun liat
Agar mendapatkan sebuah martabat

Begitulah sketsa dari Tuhan
Di tiap jengkal kehidupan
Agar meresapi makna perbedaan
Untuk sebuah kebersamaan

Jember, 30 okt 2017

29 October 2017

Pekan Puisi

Bersama

Tak harus satu orang tua
Tak wajib satu daerah
Tak juga seagama
Atau sama isi kepala

Untuk bisa berfikir sama
Untuk bisa bekerja sama
Untuk menggenapkan rasa
Berjalan dengan tatapan sama

Sebuah lingkaran dibuat
Agar tidak mengotak
Menyelaraskan niat
Demi impian sama, MELESAAT!

Jember, 29 okt 2017

Pekan Puisi

Lakukan saja

Apa
Apa
Apa
Apa
Kenapa
Kenapa
Siapa
Siapa
Bilamana
Bilamana
Bagaimana
Karena
Bagaimana
Karena
Dimana
Dimana

Pertanyaan yang berkutat di kepala
Memecah haluan suasana
Bercanda
Merana
Tertawa

Sudah. Sudahi saja
Pertanyaan yang tak kunjung akhirnya
Lalu, jalankan saja

Jember, 29 okt 2017

14 October 2017

Memang Tidak Diberi Judul

Suatu pagi, setelah sebentar mengucek mata sehabis bangun tidur aku buka jendela kamar agar angin sejuk dini hari menyegarkan hati yang layu.

Seakan seperti air wudlu membasuh tiap jengkal bagian tubuhku walaupun untuk menghadap-Nya masih belum seutuhnya aku. Masih ada banyak jengkal pikiran yang entah sedang bertamasya ke mana. Namun untuk berwudlu masih lebih dari kata cukup.

Sehabis berwudlu dan tetap melunaskan kewajibanku menghadap-Nya, ku niatkan menyegarkan pikiran dengan menyeduh secangkir kopi pahit disertai asap dari rokok kretek ku.

Sedang asik-masyuk menikmati kopi dan kretek tetiba di kagetkan oleh suara seorang tua yang kelihatannya bukan orang sekitar sini. Setertutupnya aku, minimal masih mengetahui siapa-siapa tetanggaku. Orang tua yang terlihat masih gagah dan gurat tampan, terlihat samar dipadu dengan guratan proses hidup yang pastinya berat. Aroma wewangian bunga kasturi semerbak merasuk halus ke dalam rongga hidung meluncur dengan kecepatan tinggi ke otak.

Lelaki tua yang sungguh sangat sopan. Walaupun dengan anak muda sepertiku, lelaki itu tetap tanpa tatapan tinggi walaupun aku sangat merasa kalau beliau sungguh sangat berpengalaman dalam hal menyelesaikan masalah pelik di seputar hidupnya.

Lelaki itu uluk salam yang langsung kujawab dengan salam juga. Lelaki itu bilang mau ikut ngobrol menikmati pagi hari bersamaku. Kalau berkenan boleh dibuatkan kopi hitam pahit dan meminta kretekku.
Dengan tanpa terpaksa aku buatkan kopi hitam dari sisa air panas buatanku tadi dan secepatnya membuka bungkus rokok kretek dan memberikan kepada beliau. Ingin sekali saya menyalakan korek namun dengan sopan beliau bilang akan menyalakan kreteknya sendiri.

Dengan situasi seperti ini di pagi hari sekira 10 menitan kami masih saling diam dengan menikmati selongsong kretek dan mencecap secangkir kopi pahit panas. Namun dengan 10 menit itu aku sudah merasakan sebuah keadaan dimana saat itu sungguh membuatku terlarut, sunyi yang tenang dalam hati. Menghentikan kecamuk dalam hati dan pikiran menjadi sebuah kepasrahan tingkat tinggi.

Setengah batang kretek sudah ternikmati dengan asap disekitar kami beradu antara hisapanku dan hisapannya masih bergelak, lelaki itu cuma mengucapkan sedikit kalimat yang nisbi dapat aku lupa.

Dia mengatakan :"setiap permasalahan tidak untuk ditinggalkan ngger, namun dihadapi. Salah dan benar itu hasil dari proses perjalananmu dengan semua hal yang sudah Gusti Allah beri. Masa lalu bukan untuk kau sesali ngger, itu pijakanmu untuk melangkah di masa depan. Setiap manusia sudah memilih di masa lalunya dan menghadapi masa depannya".

Disambung dengan mematikan kretek yang ternyata sudah mendekati senjanya, lelaki itu menghabiskan kopi hitam yang sepertinya masih panas itu dengan sekali tegukan. Setelah itu mohon pamit dengan sebelumnya bersalaman dan mengusap kepalaku dengan lembut. Saya tidak menjawab sepatah katapun kecuali salam dari lelaki itu.

Aku masih berdiri diam sampai tidak sadar kalau lelaki itu tiba-tiba tidak terlihat lagi. Bertepatan dengan munculnya mentari pagi menandakan kalau hari ini akan menjadi sebuah awal perubahan jalan fikir dariku.

Aku duduk, meresapi tiap gerak dan laku lelaki tua itu. Betapa anggun walaupun masih saja fikiranku belum menemukan siapa ia dan darimana ia berasal.

Aku duduk di kursiku sambil mencoba menghidupkan kretekku sekali lagi. Tapi karena fikiranku masih terpusat kepada lelaki itu tanpa sadar yang aku korek adalah jari tanganku. Sehingga panas menjalar cepat ke jari dan disaat yang sama aku bangun dari tidurku. Jariku kecepit pinggiran tempat tidur sehingga sakit terasa.

Ternyata itu adalah mimpi. Mimpi yang bisa jadi merupakan jawaban dari setiap keresahan diri yang kusampaikan ke Gusti Allah atau memang Gusti sedang bercanda dengan makhluknya karena Maha Cinta-Nya kepada makhluknya. Apalagi saat itu aku bangun kesiangan dan belum sempat shalat subuh.