Search This Blog

18 February 2018

Mencari Patron untuk Kids Jaman Now

Sebutan kekinian anak milenial atau gen Y adalah kids jaman now. Gak pas banget sebenernya, tapi ikutin aja dulu lah. Tinggal baca doang kok ribet. Yang nulis aja santai. Mau alasan merusak tatanan bahasa? Iye, iye. Aku ngaku. Tapi gapapa yha.

Nah, Kids Jaman Now biasanya mempunyai idola baik dari artis, tokoh, baik dari jaman old atau jaman sekarang. Segala tindak tanduk, tingkah laku sampai cara Boker pun diikutin oleh mereka. Bisa dikatakan kids jaman now ini krisis identitas. Yha, kalau yang diikutin bener dan bermanpangat, kalau endak kan berabe tujuh turunan tujuh tanjakan. Masak mau nembak gebetan aja kudu nonton Dilan 1990 dulu. Yang diajak sang sasaran lagi. Kok gak langsung bilang aja kalau yu cinta dia, titik. Ga pake koma. Kalau dia bilang mau mikir, bilangin kalau ini urusan cinta bukan urusan njawab soal UMPTN.
Gak mau jawab ya cari lain.
Beres perkara.
Sulit? Sama lah.
Aku aja gak bisa kayak gitu. Kan aku cuma nulis aja. Masalah hasil atau gagal urusan pelaku.

Mario Teguh aja dibayar untuk ngomong, bukan untuk ngelakuin yang diomongin. Bayaran gede lagi. La yu tinggal mbaca aja kritis amat. Bayar aja kagak.

Sekarang kembali dikit ke Film Dilan 1990, yang katanya menembus rekor pemutaran film Lokal terdahsyat. Ngalahin film nya Fahri lho...
Padahal Fahri itu kurang apa coba? Maria aja klepek2. Itu contoh Muslim yang (bisa dibilang) kaffah beuuud. Pinter ngaji, pinter kuliah, doi primadona, dosen idaman dan pengusaha sukses dan (((tida ngerokoooooooo))). Subhanallah.

Coba bandingkan ama Dilan. Doi masih SMA, Panglima Tempur Geng Motor. SMA lo. Sekali lagi masih SMA lho. Kan belum tentu kalau setelah lulus kerja di tempat bonafide kek Telkom, BUMN, Bank Plat Merah atau pispot, eh, Freeport. Atau jadi pengusaha di bidang jasa ekspor impor, atau katakanlah pengusaha motor kuno. Atau sebutlah kerna doi orang Bandung, bisa buka Distro. Kerjasama dengan mas Ariel. Ecieeee...
Kan belum pasti. Bisa-bisa Dilan malah sebenernya obyek lagu Iwan Fals, Sarjana Muda. Alamaaakkkk.

Bandingkan dengan Fahri. Wajahnya teduh, ~gue cewek, gus nikahin elo... Titik. Bicaranya santun, berwibawa, pengusaha minimarket di loar nagari. Udah, udah. Pokoknga Fahri itu "love me" banget. Uwuwuwuwuwuwu...

Lalu maslaah pokok kids jaman now apah? Bisa jadi mereka mengikuti apa yang dilakukan oleh Dilan untuk ngerayu gebetan, atau minimal agar gak malu saat nembak bilang sama temen yamg sesama jenis dulu. Kalau ditolak bersyukur, kalau diterima duniamu kiamat.

Ngikutin sih gak masalah, tapi kamu kudu berfikir masa depan kayak Fahri. (((Fahri lageeee))).
Biar kamu gak kekungkung sama romantisme masa SMA. Inget, kamu sudah mau umur 40 tahun. Cari patron yang pas. Om Mario itu pas. Sdh tua tapi tetap aja dipanggil Om.

Terus, terus... Ini aku mau bahas apa sih?
Gak ada sih. Cuma mau bilang kalau pengen nonton Dilan 1990 mbok yao ngajak aku gitu.

Gak mau? JANGKRIK

10 February 2018

Sakit yang Lebih dari Sakit Gigi dan Sakit Hati

Ada pepatah mengatakan bahwa lebih baik sakit gigi daripada sakit hati.

Sakit gigi tinggal dibawa ke dokter gigi, beres perkara. Mo ditembel atau di cabut, sakitnya sirna. Kayak cintamu. Ehm.
La kalau sakit hati, belum ada dokter khusus spesialis hati. Adanya spesialis penyakit dalam. Bisa-bisa hati kita di kobel-kobel, padahal sakitnya tuh kerasa tapi gak kelihatan. Atiiitt tahu.

Ini sungguh permasalahan pelik, gak cuma bagi para kawula muda, "man jaman old" pun juga merasakan. Kamu belum tahu? Iya, kamu. Belum tahu? KAMSO!.

Jadi seharusnya mas Zadith Taqwa gak cuma memberi kartu kuning kepada Pak Jokowi. Harusnya sekalian Kartu Merah juga. La sampai sekarang Indonesia belum punya Dokter Spesialis Reparasi Hati lo. Presiden sebelumnya malah cuma di nyanyiin, kalau sekarang malah di nyinyirin. Atiit tahu.

Biar Indonesia menjadi peletak tonggak sejarah Pereparasian Hati yang Tersakiti, mari kita buatkan 3 tuntutan kepada Presiden :

1. Disegerakan Dokter Spesialis Reparasi Hati yang Tersakiti.

2. Mudahkan akses pereparasian tanpa melihat umur dan latar belakang.

3. Sudahi saja pemutaran film Dilan 1990 di bioskop-bioskop. Kami sebagai warga Indonesia Cupu tidak dapat lawan jenis dengan cara-cara itu. Boro-boro mau bilang, deket aja sudah ngompol.

Tapi, btw, anyway, ngomong-ngomong. Saya sebagai lelaki tulen, yang tiap pagi bangun tidur masih merasakan ada benda mati bermetamorfosa menjadi makhluk hidup yang hidup dalam makhluk hidup. Bukan parasit, bukan pula penyakit, akan memberikan Sakit yang lebih SAKIT daripada Sakit Gigi dan Sakit Hati. Yakni kecepit resliuting celana. Serasa dunia runtuh, beserta durian-durian yang ada di dalamnya runtuh pas di jidat kita.

KARENA MASA DEPAN KAMI ADA DI BAGIAN YANG KECEPIT TADI. atiiittt tahuuuu. Hiks

04 February 2018

Perluasan dan Penyempitan Makna Identitas Diri



Sekarang ini identitas diri menjadi sebuah konsumsi publik. Semakin berkurang rasa memiliki sebuah identitas diri yang mandiri. Yang berbeda dari orang lain. Yg khusus dimilikinya. Identitas seseorang di generalisasi sesuai pilihan politiknya, sesuai agamanya, sesuai pilihan makanan atau minuman misalnya.

Hal ini membuat seseorang tidak dapat mengelak dari pandangan "seharusnya" dari orang lain. Yang meletakkan pandangan tersebut dari sebatas pengamatan yang sebetulnya juga kurang tepat. Bisa jadi orang Batak atau Madura dinilai berintonasi keras dalam berbicara, padahal orang Batak atau Madura masih banyak yang berbicara halus. Penilaian ini besar kemungkinan di dasarkan atas klaim sepihak atas pengetahuan sang penilai pada beberapa orang Batak atau Madura yang ditemuinya, yang kebetulan juga berintonasi keras dalam berbicara.

Hal ini menjadi masalah pelik apabila sudah masuk dalam ranah yang lebih privat, atau masalah sensitif. Agama misalnya.

Setiap agama pastinya mengajarkan kebaikan, kebajikan dan saling menghormati antar sesama pemeluk agama lain. Namun tidak dapat dipungkiri di setiap agama mempunyai pemeluk yang katakanlah ekstrim dalam memahami kebenaran agamanya.

Bisa jadi orang Islam merasa bahwa pemeluk agama lain adalah salah dan tersesat, begitupun rang Kristen yang mengganpa bahwa agamanya adalah agama palung benar sesuai Tuhan. Tidak menjadi masalah apabila kepercayaan tersebut digunakan untuk dirinya sendiri tanpa harus menyampaikan dan berkoar-koar di kahalayak ramai. Menjadi masalah apabila hal tersebut di sampaikan di khalayak ramai dan beranggapan bahwa kepercayaan dirinya merupakan kebenaran mutlak. Bahwa yang selain apa yang menjadi pendirian dia adalah salah besar, adalah sesat. Bahaya.

Hal ini akan membuat secara langsung maupun tidak langsung mencederai akal sehat kita. Kita bisa sangat tidak percaya apabila ada teman diluar agama kita mengingatkan perihal waktu ibadah, atau membantu temannya yang kebetulan berbeda keyakinan. Bisa membuat saling tidak percaya dan saling curiga pada hal yang tidak mendasar. Antar pemeluk agama saling tidak percaya atas kebaikan-kebaikan yang dilakukan. Bibir tersenyum, namun hati buruk sangka.

Ambil contoh lagi, karyawan Perusahaan milik Amerika yang kebetulan beragama Islam tidak serta merta mereka ikut merusak Agama Islam dari dalam. Yang ikut membantu memperbesar perusaan tersebut untuk merusak Islam. Tidak sesederhana itu bro, tidak. Mereka bekerja disana sesuai kemampuan dan minat, bukan di rekrut hanya untuk dicari informasi "orang dalam" agar lebih mudah merusak Islam dari dalam.

Ada pula orang yang bekerja di sebuah perusahaan Islami, namun pandangan keIslaman yamg nisbi berbeda dari yang dipedomani perusasan tersebut. Apakah orang tersebut sudah merusak atau mencedarai perusaahn tersebut? Atau medusak Islam? Big NO. Bisa jadi orang tersebut bekerja karena kemampuan dan skill nya di perlukan oleh perusahaan dan disana dia tidak di hubungkan dengan pandang perusahaan secara keseluruhan. Orang tersebut berbeda pandangan dan pemahaman, namun dalam lingkup keibadahan, saling ada kepercayaan dan kebebasan dalam menjalankannya. Yang terpenting pemahaman itu untuk dirinya.

Hal ini yang menurutku sudah bergeser menjadi penyempitan makna. Bahwa apabila ada seorang pemeluk agama yang berbuat salah maka agamanyalah yang juga salah. Apabila ada teroris yang kebetulan beragama maka agamanyalah yang salah, yang ikut menyebarkan kekerasan. Oh No, jangan sesempit itu pemikiranmu kawan. Bahwa diluar sana masih ada orang yang berderma kepada sesama tanpa melihat agama apa yamg diyakininya. Mereka bergerak atas nama Manusia dan Kemanusiaan.