Search This Blog

10 June 2016

Batal Puasa Membutuhkan Mental Yang Kuat

Bagi umat muslim di seluruh dunia, Bulan Ramadhan diwajibkan untuk berpuasa sebulan penuh dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Banyak cara dan metode oleh sebagian orang digunakan agar dapat menjalankan puasa tiap harinya dengan lancar. Lapar pasti, tapi tetep kuat sampai waktunya berbuka.

Menjadi masalah apabila dalam perjalanan menahan lapar dan dahaga ini mengalami perubahan perjalanan yang sedikit ekstrim. Hal ini membuat puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga tetapi juga melawan malu. Ya, malu untuk tidak berpuasa (bahasa jawanya mokel).

Gimana gak malu, banyak anak kecil yang polahnya sedemikian aktifnya tapi tetap kuat puasa sampai bedug magrib. La kita yang sudah bangkotan, gerak gak seberapa tapi pola berubah dikit laparnya gak ketulungan. Salut untuk anak-anak kecil itu. Tapi sedikit % ada yang nyuri2 kesempatan kumur sambil diminum airnya. Loh loh. Atau kadang kumur pakai es degan. Ehm, lezat.

Aku cuma membagikan beberapa hal dimana batal puasa itu harus melawan malu, harus muka batu.

Pertama, suatu kali saat mahasiswa (tenang pren, aku pernah kuliah) ada kegiatan kemah yang diselenggarakan Kumpulan Mahasiswa Jurusan.
Aku mengira si pemrakarsa acara sungguh orang yang selalu makan asam garam kehidupan. Hidupnya seakan akan berada dalam suasana peperangan. Perang melawan nafsu konaknya dia mungkin. La gimana, ada waktu sebelum puasa atau setelah lebaran biar kagak berhubungan dengan tahan menahan lapar. Tapi malah sama dianya ditaruh di bulan puasa. Mungkin juga dia agen Surga. Biar Tuhan gak capek-capek memilih dan memilah manusia yang akan masuk surga. Bisa diwakilkan dirinya saat menjadi panitia acara.

Sebagai gambaran pembaca, perawakan dia gak terlalu tinggi juga gak terlalu pendek. Gak gendut-gendit amat, kirus juga enggak. Apalagi ganteng. Aku alergi bilang ganteng ama cowok. Agak pendiam. Kalau sudah ngomong ngalah-ngalahin Bung Karno, gak selesai-selesai. Aku jadi pengen tahu dia pakai baterai apa.

Acara berlangsung selama 2 hari 1 malam.
Hari pertama, sahur di rumah, sore hari ke kampus mengikuti acara yang diselenggarakan. Lancar. Hari pertama lancar, tanpa hambatan berarti dan tanpa pengurang pahala. Yah, cuma sedikit misuh dalam hati aja kepada panitia.

Hari kedua dimulai sahur bersama. Naah, ini mulai pahala berkurang drastis dan dosa menunggu datang. Sahur bukan berdoa malah misuh terus. E tapi si panitia kok selow gitu ngrasanya. Kampret bener. Kampreeet.

Habis sahur, shalat subuh bersama dilanjutkan tadarus. Syukur..  pahala kembali dan dosa sementara sedang pergi ke mall. Pagi hari olahraga dikit-dikit katanya kalau habis subuh tidur lagi rejekinya dipatok ayam.

Batin aku, eh, ayamnya kan sudah digoreng buat sahur. Ayam siapa lagi yang belum dikasih makan? Aneh

Setelah olahraga dilanjutkan mandi dan istirahat sebentar untuk bercengkrama dengan sejawat. Setelah itu acara full sampai siang. Pakaiannya baju muslim. Gila. Badan capek, ati dongkol, pakai baju muslim. Rasanya sumpek dari ujung rambut sampai ulu hati.

Jam 12.00 done, acara bubbaarr. Selesaiii. Pada pulang deh. Muka-muka yang tadinya sok khusyuk kayaknya menjadi seperti harimau lepas. Mau nerkam aja. Aku perkirakan sepulangnya dari kampus mereka makan 2 porsi nasi rendang lengkap dengan krupuk dan es teh.

Aku? Aku masih kuatlah. Pulang acara masih neruskan puasanya lah.

Karena badan agak capek, aku nginap ke kost temen sampai sorean biar badan seger.

Di perjalanan ternyata si setan ngikut aja di atas motor. Lewat warung makan langganan yang ternyata juga banyak pengunjungnya hati tergerak untuk memberikan siraman rohani. Kami masuk kedalam dengan muka merah padam, masuk ke warung, noleh kiri kanan lalu bilang dengan nada tandas : "Buk, nasi campur dua, minumnya es teh". Doaarr. Ati plong setelah bilang kejujuran. Plong, ploong.

Waktu nunggu makanan datang gak sengaja lihat wajah para pengunjung. Mereka kayak ngerasa geli-geli sedap. Ah, peduli setan sama orang lain. Mereka juga mokel toh. Aku lirik temenku juga pasang wajah oon. Assudahlah, makanan datang. Waktunya sahur sesi kedua.

Makanan habis, bayar makanan lalu pulang. Di perjalanan aku tanya ke temen kira-kira ada apa dengan wajah pengunjung warung.

+ Mad, orang-orang tadi kenapa ya? Padahal sama-sama kagak puasanya.
- Kowe gak ngerti to su?
+ Gak ngerti mad. Kenopo?
- Kowe wes kenyang opo durung?
+ Sudah mad. Kowe ditanya jawabe muter-muter koyo telek. Kenopo?
- Su, Kerasa gak kalau kita masuk ke warung tadi masih pakai baju muslim lengkap pakai peci juga?
+ Astaghfirullah....
- Setan gak usah istighfar. Goblok kowe Su.


Kali lain saat aku masuk kerja pertama di tanah rantau. Bulan puasa sudah masuk kerja di tempat baru dengan gedung yang masih direnovasi. Tahu sendiri kalau masih renovasi, banyak tukang dan kondisi berdebu. Mau nggletak (tiduran) dimana gak ada tempatnya. Hari pertama looss, santai. Puasa oke

Hari kedua. Sepertinya memang aku bermasalah kepada hari kedua.
Hari kedua panas seperti menambahkan kekuatannya. Badan full K.O. nah, kudu nyari cara buat mokel tanpa bayangan. Alias kagak ketahuan.

Bilang ke para senior mau jalan-jalan sebentar agar badan gak tegang. Nyari jalan muter, menuju warung dengan sisa tenaga yang ada. Sampai tempatnya gak disangka ketemu si senior tadi. Ternyata kita menunggu kesempatan untuk saling berbuka, tapi MALU.

No comments:

Post a Comment