Search This Blog

25 June 2016

Tips Menulis yang Baik

Artikel sebelumnya aku pernah menyajikan tips menulis yang baik, tapi itu menurutku.

Sekarang aku sajikan tips menulis yang baik dari Idolaku. Salah satu tokoh muda NU, Gus Nadirsyah Hosen. Monggo disimak:

Bagaimana menulis dan membaca yang efektif?
Saya banyak ditanya oleh sejumlah kawan soal bagaimana
caranya bisa menulis tema berat dengan bahasan yang ringan,
serta bagaimana caranya selalu punya ide untuk menulis. Ijinkan
saya untuk berbagi di sini sedikit tips. Yang sudah jago menulis
ya gak perlu ikutan membaca. Tips ini hanya untuk yang
membutuhkan saja (biar saya tidak dianggap menggurui para
senior dan masyayikh yang sudah lebih dulu berkecimpung dalam
dunia tulis-baca). Ngapunten ....
Kawan-kawan,
Menulis itu soal gagasan, baru kemudian soal tata bahasa. Jadi
menulis saja, tidak usah takut salah ejaan atau cacat
redaksinya.
Jangan seperti cerita ahli bahasa yang kejeblos sumur dan masih
sibuk membenarkan redaksi org yang akan menolongnya. Akhirnya
tetap tinggallah ia di dalam sumur sampai ada orang yang
mampu menawarkan bantuan dengan redaksi kalimat yang benar
dan tepat.
Menulis itu juga soal kejujuran. Kalau mengutip makalah orang
lain ya sebutkan dong sumbernya. Buat apa ahli bahasa tapi
tidak jujur mengutip sumber.
Menulis itu soal pengetahuan bukan semata soal selera. Jadi
kalau menguasai permasalahannya ya tulis saja. Kalau tidak
paham, lalukan riset kecil-kecilan, atau kalau tidak, ya tahu
dirilah untuk tidak menulis sesuatu yang tidak kita kuasai.
Satu lagi, karena tulisan itu sejatinya memaparkan gagasan,
maka kalau anda tidak tahan dikritik, ya tidak usah menulis di
publik. Cukup di lembar diary saja. Kalau dikritik tidak usah
mencak-mencak menyerang pribadi. Itu namanya ad hominem.
Fokus saja pada gagasan semula.
Dulu orang cuma menulis di koran/majalah, pada era sekarang
kita bisa menulis di medsos/blog. Jadi menulislah dimanapun.
Kalau dulu harus bawa pena dan kertas. Sekarang bisa menulis
di hp atau tablet. Yang penting tidak usah malu atau takut
disalahkan.
Dulu Arswendo bikin tips bahwa mengarang itu gampang. Tapi
setelah jadi tulisannya siapa yg mau terbitkan? Sekarang
menulis dan menerbitkannya gampang semua
Sebagai penulis beberapa buku saya fokus pada gagasan nanti
ada editor bahasa yang disediakan penerbit untuk mengecek
redaksi dan tata bahasanya.
Sejumlah buku saya diterbitkan penerbit internasional. Editor
bahasanya lebih 'kejam' lagi. Tapi editor ya gak punya gagasan.
Saya yang punya ide dan gagasan serta karya. Mereka editor
bahasa dan saya author.
Kalau sebelum menulis kita sudah takut salah tata bahasa,
yakinlah kita tidak akan pernah memulai menulis. Tulis dulu,
redaksi belakangan saja. Jangan mau menulis yang indah atau
menulis dengan kalimat majemuk yang kompleks. Menulis dengan
simpel dan kalimat sederhana saja. Yang penting gagasan bisa
dipahami dulu.
Lantas dari mana datangnya ide atau gagasan itu? Semakin kita
banyak membaca maka semakin kita kaya dengan gagasan. Tapi
bagaimana cara membaca yang baik?
Membaca itu juga soal gagasan bukan ribet soal tanda baca.
Itu bedanya membaca dan mengeja.
Banyak yg pinter grammar atau nahwu sharaf tapi tidak
mendalami apalagi mengkritisi gagasan dalam teks yang dibaca.
Misalnya, belajar kitab kuning sampai ngelotok mengi'rab tapi
kemudian tidak paham isi teks yang dibaca. Ini sekali lagi bukan
membaca gagasan tapi mengeja huruf atau tanda baca.
Begitu juga yang belajar bahasa inggris sampai ngelotok paham
subjek + verb tapi disodorkan koran bahasa Inggris tidak bisa
mengerti satu alinea pun. Ini namanya kita belajar mengeja
bukan belajar membaca.
Pengajaran tata bahasa kita selama ini dibuat ribet sehingga
luput mengajarkan cara memahami gagasan dalam teks. Itu
sebabnya mahasiswa yang baru kuliah di luar negeri meski skor
TOEFL lolos tapi pas baca jurnal top harus membacanya
berulang-ulang baru bisa paham.
Itu karena kita sibuk diajarkan tata bahasa yang rumit dan
tidak diajarkan cara membaca yg kritis (critical reading).
Tahap selanjutnya tentu saja bagaimana bisa menulis dan
membaca dengan cepat. Buku tebal berjilid-jilid dan paper
setumpuk harus dibaca tapi waktu kita terbatas, begitu juga
deadline kerjaan menerjang kita, maka kita harus terlatih
membaca dan menulis dengan cepat, cermat dan kritis. Soal yang
terakhir ini kapan-kapan dibahas lagi yah
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan
Dosen Senior Monash Law School

No comments:

Post a Comment