Search This Blog

17 June 2016

Pola Pikir dan Tingkah Laku Masyarakat Menengah di Indonesia



Pernah merasakan harga naik? Padahal pendapatan belum tentu naik. Kalaupun naik, kenaikannya tidak berimbang oleh kenaikan harga-harga kebutuhan, terutama kebutuhan pokok.

Kalau sudah gini, biasanya di media massa atau di medsos banyak bertebaran keluhan-keluhan sebagian masyarakat yang mengeluhkan kejadian ini. Banyak yang bilang pemerintah tidak melihat penderitaan rakyatnya. Pemerintah buta mata hatinya. Pemerintah bla bla bla, dan bla bla bla.

Sudah, sudah. Sudahin peratapan ini dulu. Aku mau tanya yang biasanya mengeluh seperti ini rakyat yang memang penghasilannya untuk makan sehari-hari memang mepet, Apalagi untuk mikir kebutuhan lain atau rakyat yang sebelumnya bisa membeli baju baru tiap sebulan sekali, makan bareng keluarga di restoran atau jalan-jalan piknik pas liburan weekend? Jujur sajalah dengan ini semua. Bahwa yang paling lantang menjerit adalah para masyarakat kelas menengah yang biasanya bisa membeli baju baru sebulan sekali, plesir sebulan sekali atau bla bla bla sebulan sekali. Atau malah seminggu sekali. Naif bukan?

Kita lantang berteriak bahwa masyarakat ditindas oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, menaikkan tarif dasar listrik atau dasar dasar lain. Di sisi lain, rakyat yang benar benar ingin agar dapat makan rutin tiap hari pakai nasi saja merindukan dapat sekali kali beli baju baru untuknya, atau untuk keluarganya. Terbersit? Pernah?

Bahwa yang kita teriakkan adalah bukan gambaran asli kebutuhan rakyat kecil di republik ini, tapi kebutuhan sebagian besar masyarakat menengahnya. Yang sulit untuk plesir lagi, sulit beli baju branded lagi, sulit makan enak mahal lagi dan bla bla bla lagi. Betul?

Kalau dipikir lebih dalam, kenaikan hal-hal di atas kebanyakan oleh pemerintah memang banyak dialokasikan untuk kepentingan rakyat yang memang selayaknya dan wajib disantuni oleh pemerintah. Tercermin dari UUD pasal 33.

Sedangkan kita tarif dasar listrik yang mungkin kenaikan perbulan tidak sampai 50 rebu tapi tereaknya seantero negeri mendengar. Nyinyirnya sampai di mainkan banyak orang lagi. Kalau memang kita biasa membagikan beberapa penghasilan kita untuk rakyat yang sebenarnya butuh ya bagus. Jadi yang seharusnya pembagian tiap orang katakanlah mendapat 250 rebu, karena ada kenaikan harga cuma mendapat 150 rebu.

Kalau cuma karena kita sudah jarang bisa makan enak mahal lagi ya gak etis lah. Sudah tereaknya kenceng, bawa-bawa nama mereka tapi dinikmatin sendiri sama kita.

Intinya, sudahkah kita minum Yakult hari ini?

No comments:

Post a Comment